Selasa, 19 Agustus 2008

Opini Aswaja

Upaya Melestarikan Tradisi Aswaja
(Ach. Tirmidzi Munahwan)

Tulisan ini bertujuan untuk melakukan tinjauan ulang (review), bagaimana warga NU, mampu melestarikan tradisi yang terkandung dalam prinsip-prinsip Aswaja secara baik dan sempurna. Karena saat ini, prinsip dan nilai-nilai yang terkandung dalam Aswaja itu kadangkala disalah tafsirkan. Belum lagi dengan banyaknya ormas-ormas Islam yang semua mengaku Ahlussunnah Waljama'ah. Padahal gagasan dan pandangan mereka, seringkali menyimpang dari nilai-nilai dan konsep Aswaja itu sendiri.


Dalam catatan sejarahnya, Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi keagamaan yang bertujuan untuk melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunah waljama'ah. Arti Ahlussunnah Waljama'ah disini ulama berbeda pendapat dalam menafsirkannya. Ada yang mengatakan, Ahlussunnah Waljama'ah adalah orang yang mengikuti dan berpegang teguh kepada al-Qur'an, al-Hadits, al-Ijma' dan al-Qiyas. Dengan latar-belakang tersebut, maka paham Ahlussunnah Waljama'ah tidak bisa dilepaskan dari kedudukan Hadits sebagai dasar dari setiap diskursus keagamaan yang dilakukannya.


Akan tetapi menurut pandangan Nahdlatul Ulama (NU), bukan berarti Aswaja dan "bermadzhab", kita diharuskan langsung untuk memahami dan menerapkan ajaran yang terkandung dalam al-Qur'an dan al-Hadits, tanpa mempertimbangkan bagaimana zaman yang kian selalu berubah-berubah. Bagaimana cara menghukumi sesuatu yang tidak ada dalilnya yang sharih (jelas) di dalam al-Qur'an dan al-Hadits. Dan masalah-masalah sosial lainnya, yang juga tidak pernah ada dalam al-Qur'an dan al-Hadits tersebut.
Ahlussunnah Waljama'ah juga dipahami, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik.


Dari pengertian di atas, dalam sejarah pemikiran Islam kemudian berkembang menjadi sebuah sekte atau gerakan antara Mu'tazilah dengan Syi'ah. Dan kalau kita runut dari sejarah lahirnya Aswaja, yaitu sebagai reaksi terhadap Mu'tazilah yang dianggap "sesat" karena terlalu mendewakan akal daripada wahyu. Dan dari benih perbedaan peran akal inilah, kemudian merambat pada perbedaan teologis antar keduanya.


Dan perlu kita ketahui juga bahwa, perbedaan tersebut hanya berkisar pada persoalan-persolan metafisik yang bersifat sepekulatif dan relatif. Salah satu contoh misalnya, perbedaan tentang apakah Tuhan itu dilihat di akhirat nanti? Dan apakah Tuhan itu punyak tangan atau kekuasaan dan seterusnya.



Doktrin Ahlussunnah Waljama'ah
Adapun doktrin Ahlussunnah Waljama'ah telah merujuk pada ulama terdahulu seperti, Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat mazhab: Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.


Jadi nampak sekali bahwa, doktrin Aswaja sebenarnya berwatak plural tidak tunggal. Artinya bahwa, sejarah lahirnya paham akidah Aswaja adalah sebuah doktrin yang telah dirumuskan – dari aspek teologis – oleh tiga tokoh ternama, yang masing-masing berbeda kultur. Imam asy'ari dari Barzah, Imam al-Maturidi di Samarkand, sedangkan Imam at-Thahawi dari Mesir.
Tradisi Dan Budaya


Adapun salah satu ciri yang paling mendasar dari konsep Aswaja adalah, moderat (tawasut). Sikap ini tidak hanya mampu menjaga bagaimana para pengikut Aswaja tidak terjerumus kepada prilaku keagaamaan yang ekstrem, melakukan dakwah secara destruktif (merusak), melainkan mampu melihat dan menilai fenomena kehidupan masyarakat secara proporsional.
Di dalam kehidupan tidak bisa dipisahkan dari yang namanya budaya. Karena budaya adalah, kreasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam memperbaiki kualitas hidupnya. Adapun salah satu karakter dasar dari setiap budaya adalah perubahan yang terus-menerus sebagaimana kehidupan itu sendiri. Menghadapi budaya atau tradisi, yang terkandung dalam ajaran Aswaja telah disebutkan dalam sebuah kaidah "al-muhafazhah ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bil jadidil al-ashlah", yaitu mempertahankan kebaikan warisan masa lalu, mengambil hal yang baru yang lebih baik.


Dengan menggunakan kaidah diatas, pengikut Ahlussunnah Waljama'ah mempunyai pegangan dalam menyikapi sebuah tradisi. Di dalam sebuah tradisi itu yang dilihat bukan tradisi atau budayanya, tapi nilai yang dikandungnya. Jika produk sebuah budaya tidak bertentangan dengan ajaran pokok Islam, dalam arti mengandung nilai-nilai kebaikan, maka tradisi tersebut bisa di terima. Bahkan bisa dipertahankan dan di ikutinya, sebagaimana kaidah "al-adah muhakkamah", budaya atau tradisi yang baik bisa menjadi pertimbangan hukum (Aswaja Nahdliyah: hal. 31-32).


Dengan demikian, ajaran dan nilai-nilai tradisi dalam Ahlussunah Waljama'ah ternyata tidak ada yang tidak sejalan dengan ajaran pokok Islam. Meskipun juga, terkadang kelompok lain memandang bahwa selametan atau tingkepan yang kata orang Madura "peret kandung" (seorang wanita tengah mengandung tujuh bulan sebagai bid'ah. Nah tradisi ini, harus kita sikapi secara proporsional, arif, dan bijaksana khususnya bagi para pengikut paham Aswaja. Karena di dalam slametan dan tradisi-tardisi lainnya yang di anggap bid'ah masih ada nilai-nilai baiknya dan mengandung filosofis yang tinggi. Tradisi tersebut, tidak harus dihilangkan dan dilarang.


Semoga gagasan dan pandangan-pandangan yang terkandung dalam nilai-nilai Aswaja, mampu menghadirkan Islam yang toleran, damai, dan menghormati setiap hak manusia. Bukan Islam yang berperilaku seperti "preman berjubah" yang berteriak-teriak Allahu Akbar sambil mengacung-acungkan pentungan dan pedang yang tujuannya untuk menghancurkan kelompok lain yang di anggap sesat. Jadi seakan-akan kelompok mereka yang paling benar dan orang lain dianggap sesat. Wallhu a'lam bissowaf.


*)Penulis Adalah; Alumnus PP. Annuqayah Guluk-guluk Sumenep Madura, aktivis PMII Syari'ah IAIN Sunan Ampel Cab. Surabaya, dan kini menjadi Ketua Ikatan Mahasiswa Sumenep (IKMAS) di Surabaya.

Comments :

1

noles boy, polanah la bennyak pessenah pas ambu noles, teruslah menulis karena tulisan itu akan terus abadi walaupun penulisnya telah wafat.

azkabilbana mengatakan...
on 

Posting Komentar